Tak seperti biasanya, perasaanku
malam ini membawaku ke ujung pelataran rumahku. Benar-benar ruyam pikiranku
saat ini, walhasil pergilah aku untuk menghirup udara segar sembari sesekali
melihat satu dua kendaraan berlalu lalang. Niatku memang benar untuk mengusir
semua pikiran yang tiada hentinya mengacaukan otakku sehingga membuat perasaan
tidak tentram, tetapi rongrongan motor dengan knalpot butut menambah emosiku.
Anak muda sepantaranku itu memacu kemudinya dengan cengkraman maut sehingga
menghasilkan suara jeritan serigala
malam kolaborasi knalpot bututnya. Diikuti beberapa teman dibelakangnya
yang mengendarai kendaraan macam kendaraannya. Memperparah keadaan saja,
gumamku. Sesekali mobil juga membelah jalanan di depanku, tidak kalah cepat
dengan motor amburadul tadi. Sehingga menerbangkan dedauan dan debu-debu.
Namun, ada saja yang membuatku semakin sejuk sesejuk udara malam ini. Dengan
ditemani desiran angin yang membelai rambutku, terdengarlah bunyi genjotan
sepeda dari arah kejauhan, dua orang saling berbincang dengan peluh sembari
mengayuh sepedanya masing-masing. Terlihatlah dua orang paruh baya berwajah
letih sehabis mencari sesuap nasi. Menakjubkan, pikirku. Entahlah apa yang
membuatku berpikir seperti ini, tetapi tampaknya ini lebih baik daripada
mendengarkan tikus-tikus yang berlarian di atas eternit kamarku. Gaduh!
Beberapa saat kemudian seretan beberapa
langkah kaki juga melewati jalan arteri ini. Keadaan malam hari sunggguh
berbeda ketika jalanan ini berada di bawah teriknya matahari. Ramai dan padat,
jangankan seretan langkah kaki, motor berknalpot butut pun tidak terdengar
suaranya. Teramat ramai ya jalan utama ini di pagi hari hingga menjelang sore
ketika lembayung menghiasinya.
Tak jauh dari tempatku berdiri, ada
setumpuk gumpulan sampah. Memang bukan tempat pembuangan akhir, hanya saja
sampah-sampah rumah tangga yang biasanya akau buang di tempat itu. Tampak
secerca cahaya putih muncul dari sana. Lalu kucermati dengan saksama,
jangan-jangan itu bukanlah cahaya benda nyata! Pikiranku yang teramat penakut
ini membuatku panik. Lalu samar-samar terdengar sampah yang sedang dipilah-pilah.
Penglihatanku masih tajam walaupun di malam hari, terlihatlah seorang bapak
berusia lanjut sedang mengais-ngais
barang-barang yang masih bermanfaat dari sampah rumah tangga yang
terkumpul itu. Di sebelahnya ada sepeda tua yang berusia lebih muda dari bapak
itu bersender di sebuah pohon penghias jalan. Sepedanya tampak sudah penuh oleh
barang-barang hasil pilahan di tempat sampah lainnya, yang tersisa hanyalah
sadel tempat ia duduk.
Secerca cahaya putih yang kulihat
tadi merupakan harapan besar bagi bapak itu dan keluarganya. Dengan pelita
kecil itu ia menelusuri satu tempat sampah ke tempat sampah lain demi mendapat
barang-barang yang masih dapat digunakan. Barang-barang bekas yang merupakan
sumber kehidupan bapak itu beserta keluarganya. tanpa letih dan rasa kantuk,
seorang bapak terus berjuang. Malam hari, ketika jalanan pun enggan untuk
bergejolak dan suasana jalanan yang sepi ini merupakan surga bagi orang yang
hendak beristirahat, bapak masih terlihat gigihnya perjuangan seseorang demi
kehidupan yang layak. Aku hanya tercengang melihatnya, takjub dan hilanglah
semua pikiran runyamku tadi. Entah sengaja atau tidak, yang tadinya aku merasa
tidak puas dengan hasil yang kudapat atas jerih payahku selama enam bulan ini
karena beberapa yang lain berada di atasku, merasa tidak puas dengan
kehidupanku ataupun atas pemberian orang tua kepadaku yang menurutku menjadi
penghambat atas segala yang aku lakukan sehingga hasil yang aku dapatkan pun
tidak maksimal, menjadi sadar dengan adanya sebuah kejadian di hadapanku. Yang
terutama adalah rasa bersyukur tentang apa yang telah kita dapat karena sadar
ataupun tidak ada yang jauh lebih tidak beruntung dari kita dan timbul juga rasa
terimakasih kepada orang tua. Dulu aku tidak mengerti pernyataan orang tuaku
jika hidup hendaklah selalu melihat ke bawah. Namun, kini aku mengerti jika
kita melihat ke atas terus menerus timbullah rasa tidak puas dan tidak adanya
rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Apapun ingin kita
miliki, entah itu kebutuhan atau hanya sekadar keinginan belaka tanpa adanya
rasa syukur setelah mendapatkannya. Berbeda halnya dengan apabila kita melihat
ke bawah, maka rasa bersyukur akan timbul terus merus dan rasa tidak puas untuk
berusaha lebih baik dari sekarang sehingga rasa syukur itu tidak pernah hilang.
Rasa bersyukur juga dapat membuat kita lebih percaya diri dan membuat hidup
lebih indah tentunya.
Pikiranku tentang rasa syukur
membawaku jauh dari tempat aku berdiri sekarang. Beberapa detik yang lalu suara
auman anjing milik tetangga sebelah membuyarkan semua lamunanku. Aku pun
tersadar, sambil mengusap mataku aku kembali memperhatikan gundukan sampah yang
sejajar dengan tempatku berdiri. Aku tambah tercengang, ketika aku tidak
melihat seorang pun di sana. Ups, pikiranku kembali ke halusinasi ketakutanku.
Aku pun menengok ke arah yang lebih jauh. Untung saja itu benar-benar manusia,
dia telah menggenjot sepedanya beberapa langkah dari tempat sampah yang menjadi
tempatnya bekerja. Tak terasa juga tetesan air dari langit membasahi rambutku.
Hujan mengiringi akhir pertemuan kami yang singkat ini, ya walaupun berjauhan
serta tidak bertegur sapa. Aku pun berlari tunggang langgang menuju tempat
peraduanku menulis cerita ini.